Rabu, 10 Desember 2014

Sejarah Perkembangan Musik Metal Indonesia


Salam kenal dengan musik ekstrim indonesia untuk kerabat dan saudara tanah air,yang mungkin masih ragu akan banyaknya hal positif mengenai musik metal(pada umumnya dikenal) dalam negri tercinta kita ini,Indonesia.Dan selamat menyimak untuk siapapun,atas apa yang saya tulis di blog ini dengan visi-misi maupun niat baik yang akan saya lakukan tentunya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai musik ekstrim di Indonesia.
Sebelum saya posting beberapa artikel dari saya yang menjurus ke inti pembuatan film dokumenter,terlebih dulu kita berkenalan dengan “Indonesian Extreme Scene” melalui artikel sejarah Underground Indonesia yang satu ini.

Pergerakan Orde Lama & Orde Baru Musik Ekstrim Indonesia,serta Supremasi Kota UjungBerung Sebagai Kota Underground
Orde Lama
Di Indonesia pada era tahun 60-an,ketika Soekarno masih berkuasa, perkembangan musik sangat dipengaruhi kebijakan politik.Saat itu,Soekarno yang berkuasa mengambil poros Jakarta-Beijing-Moskow sebagai garis politik di masa perang dingin,sehingga produk Amerika=Haram.
Musik Underground pada kala itu dianggap "menyesatkan" dan "kebarat-baratan",serta dilarang untuk dikonsumsi oleh pemuda Indonesia.Band seperti Koes Ploes mendapat perlakuan represif dari aparat keamanan dan beberapa radio yang memutar musik Underground ditutup.Petugas keamanan rajin melakukan razia-razia ke tempat keramaian anak muda,apabila kedapatan mengenakan setelan barat,pastinya ditahan.Dan apabila diketahui menggelar acara musik Underground atau istilah Soekarno disebut musik "ngak ngik ngok" pasti dibubarkan kala itu.
Sehingga beberapa musisi lokal menggelar acara-acara musik Underground secara tersembunyi dan terkoordinir.Mereka bergerilya dari satu rumah ke rumah yang lain,untuk menghindari razia petugas.Dan dari sinilah awal lahirnya istilah Underground di Indonesia.

“Nah itu dia lahirnya Underground pada era orde lama,perjuangan pelik oleh pendahulu kita ya?! Kita harus mengingat sejarah!”


Orde Baru
Pasca pemerintahan Soekarno,segala bentuk kesenian barat mulai masuk dan ikut mempengaruhi perkembangan musik Indonesia.Kebijakan politik yang diambil saat itu lebih pada politik pencitraan bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang menerima keterbukaan.
Masuk era tahun 1970,musik cadas tidak pernah menyebut dirinya sebagai komunitas musik indie sebenarnya.Karena band semacam Led Zeppelin,Deep Purple,Black Sabbath merupakan komoditas yang dianak-emaskan oleh industri major label Amerika.Pada saat itu pula,Led Zepellin dan band lainnya membuat lahirnya pionir awal pergerakan Underground Indonesia,seperti:Giant Step,God Bless,Superkid,SAS dan banyak lagi.Tapi sayang,adopsi pada tahun tersebut hanya musikalitas dan fashionnya saja,sementara isu-isu sosial yg terjadi sama sekali tidak tersentuh.Mereka lebih memilih memproduksi karya dengan lirik yg dinilai "aman" dan sebisa mungkin menghindari konflik dengan pemerintah yang totaliter.
Fenomena yang dihasilkan pada era ini hanyalah fenomena 'aksi protes' yang biasa saja,pemakaian obat bius dan seks bebas.Sementara,stigma seniman Underground di mata akademisi terkenal urakan,tidak mempunyai intelektualitas tinggi dan bersikap apolitis.Sehingga beberapa gerakan mahasiswa pada saat itu tidak melibatkan musisi secara aktif dan massive di tahun yang memang rawan kerusuhan tersebut.Bila kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama-sama itu dimunculkan pada era tersebut,sepertinya reformasi tdk perlu menunggu sampai tahun 1998,bukan begitu?
Pada intinya,era tahun 70-an sampai 80-an,Underground bukan pergerakan radikal dengan menentang perubahan,karena pemerintah totaliter yang bersifat memaksa.Karena hal tersebut,hingga sekarang stigma masyarakat umum mengetahui musik Underground hanya sekedar bermain dan tidak memiliki makna.

UjungBerung Sebagai Kota Underground
            Masuk awal tahun 1990 ketika akhir era 80-an,arus globalisasi ikut melanda Indonesia,sehingga hal tersebut berdampak bagi perkembangan musik dalam negri.Arus informasi yang kuat telah mendorong beberapa majalah dan rilisan kaset Underground luar negeri masuk ke negara kita,yep Indonesia.
Pada era akhir 1980 dan masuk awal tahun 1990,di UjungBerung terjadi "shock culture" akibat lahan agrarisnya disulap oleh investor menjadi lahan industri yang polutan.Kultur bertani dan bercocok tanam yg kental dengan suasana komunal tiba-tiba secara drastis diubah menjadi kultur buruh,sehingga membuat mereka bersifat asosial.Hal ini jelas berdampak pada perilaku masyarakat secara umum dan muncul konflik-konflik kepentingan lokal dalam menyikapi masalah tersebut.
Pemuda sebagai bagian dari struktur masyarakat,menyikapi masalah tersebut dengan mencari saluran ekspresi yang dinilai dapat mewakili gejolak perasaannya.Sehingga ‘Musik Metal’ dianggap media berekspresi yang dinilai sesuai dengan kondisi keresahan mereka pada saat itu.Tampilan fashion yang offensif dengan style musik yang bising mereka bergerilya melalui festival-festival musik kala itu dengan mengusung semangat "kumaha aing"(bagaimana saya).Salah satu bukti nyata,dari anak metal,punk rock,musisi dan kolektor di Bandung adalah lahirnya sebuah komunitas yang diberi nama “Bandung Death Brutallity Area” atau disingkat BADEBAH.
Keikutsertaan mereka dalam festival-festival tersebut lebih mengarah kepada pembuktian eksistensi dan peryataan sikap yg resah.Dan pada saat itu,media-media mainstream hanya memberitakan informasi musik yang monoton.Tahun 1993,terbentuk komunitas musik ekstrim di Bandung.Mereka rajin membuka ruang-ruang diskusi dan menyikapi realitas yg sedang terjadi terutama di tingkat lokal daerah mereka (UjungBerung,Bandung-Indonesia).
Dari sanalah mereka mulai menginvasi dari event kecil,seperti tampil dalam acara kemerdekaan/”agustusan”,sampai pensi anak SMA,namun masih mendapat perlakuan diskriminatif pada masyarakat umum.Band-band Underground kala itu diperlakukan diskriminatif dari mulai jatah waktu yang dikorupsi,hingga diperlakukan tidak professional oleh pihak sound system.

Namun pada saat itu,parameter berekspresi adalah sesuatu yang belum dapat menembus batasan-batasan pihak industri musik mainstream.Paradigma musik yang bagus kala itu adalah musik yg berorientasi pada kebutuhan pasar dan masuk rating TV,serta masuk jajaran top ten radio.Dari kondisi nyata itulah, komunitas Ujung-Berung bercita-cita menampilkan event dengan semua jenis musik Underground di satu panggung.
Untuk memulai langkah awal mereka,maka digelar event bernama "Hullabalo #1" pada tahun 1994 dan sukses digelar di GOR Saparua-Bandung,menampilkan musik-musik Underground dari berbagai genre.Suksesnya event tersebut,membuat komunitas UjungBerung mengadopsi konsep pergelaran musik,namun format musik yang disuguhkan lebih jenis musik berdistorsi tinggi.
Dari konsep tersebut,lahirlah Festival melegenda kota Bandung,yaitu "Bandung Berisik #1" pada tahun 1995.Selain Bandung Berisik,lahir juga event lain seperti Bandung Deathfest,Rebellion Fest,Rottrevore Death Fest yang secara rutin digelar.Tahun 1996-1997 komunitas musik Underground Bandung mulai mengalami masa perkembangan yang bisa dibilang sangat pesat.
Konsep kolektivisme dan DIY (do it yourself) mulai banyak direalisasikan,mulai dari perusahaan rekaman indie,media informasi indie dan event organizer.Jenis karya musik yang dihasilkan makin beragam dan cenderung makin agresif,lirik yang diciptakan banyak menyentuh hal  bersifat politis.
Pada saat yang sama,industri musik mainstream sedang dilanda kejenuhan pasar,karena pasca booming Slank dan Iwan Fals pada saat itu,tidak ada lagi fenomena musik yang luar biasa dari permusikan sisi mainstream.Media-media mainstream,terutama media cetak mulai kehabisan berita,sehingga mulailah menyorot komunitas Underground di UjungBerung dengan segala dinamika pergerakannya kala itu.Hal tersebut jelas berdampak sangat besar pada perkembangan musik Underground yang seolah-olah disetting menjadi trend musik masa kini.Melalui peran media mainstream pula,hingga akhirnya booming musik Underground ini mewabah ke seluruh kota di Indonesia,sehingga lahirlah beberapa komunitas musik Underground  di kota Jakarta,Bali,Surabaya,Malang,Yogyakarta dan Medan sebagai awal penyebarannya.
Beberapa pergelaran bertema musik Underground yang benar-benar khas mulai ramai dan semarak digelar di kota-kota tersebut dengan peran dari masing-masing komunitas di setiap daerah.Di kota Bandung sendiri,notabene barometer musik Underground hampir setiap minggu digelar.GOR Saparua menjadi salah satu  saksi,digelarnya event musik Underground secara rutin.
Dinamika pergerakan komunitas Underground sebagai bagian dari sebuah sub-kultur di Bandung,membawa dampak pada sikap kemandirian ekonomi.Spirit pemberontakan mereka telah mampu menyelesaikan beberapa persoalan sosial yang ada,khususnya dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan.Ekonomi mandiri yang mereka hasilkan berupa,usaha sablon,distro,konveksi pakaian,studio rekaman,usaha penerbitan,dll.
Pada tahun 2008-2013,kota Bandung oleh british council dijadikan proyek percontohan sebagai "creative city" di kawasan Asia Pasifik.Bandung memang pantas,sebuah kota yang memang secara budaya berhasil dibangun citranya oleh komunitas kreatif berbasiskan indiependent.Proses pencapaian tersebut dilakukan atas dasar insting untuk bertahan hidup,dalam menyikapi polemik yang terjadi.Jiwa yang kritis dan semangat "pemberontakan" memanfaatkan potensi yang seadanya,namun didukung oleh semangat kolektivisme tinggi.Meski tanpa daya dukung yang kuat dari pemerintah berupa kebijakan dan fasilitas yang layak untuk mengespresikan energi kreatif mereka.Didukung atau tidak,mereka tidak peduli, karena secara sistem mereka telah teruji kemandiriannya.
Demikian bahasan mengenai komunitas UjungBerung dengan segala pencapaian,kerja keras dan juga harus dikelola dengan sinergi positif agar berkembang dan akhirnya memberikan hal positif bagi masyarakat luas serta memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan musik ekstrim tanah air.


Sumber referensi diambil dari dan telah mendapat persetujuan untuk saya publish di blog ini dari/oleh akun twitter @scene_of_indie.Sumber referensi lain merupakan buku yang saya baca,yakni karya Mang Kimung,”UjungBerung Rebels”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar